Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) aktif mengedukasi terkait pengurangan bahaya di berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan. MASINDO menggelar webinar yang mengangkat tema 'Upaya Preventif & Sadar Risiko Penyakit Tidak Menular', sekaligus untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional 2023 pada Kamis (30/11/2023). Acara yang berlangsung di Jakarta ini menjadi momentum untuk mengajak masyarakat mendorong aksi dan meningkatkan kesadaran tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia.
Penyakit tidak menular semakin meningkat selama satu dekade terakhir. Kini PTM menjadi penyebab 70% kematian, dan sumber terbesar beban pembiayaan kesehatan di Indonesia. Pendekatan pencegahan yang strategis menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., penting mengendalikan faktor risiko dan mengupayakan deteksi penyakit sedini mungkin. Sehingga, fokus utamanya adalah bagaimana cara mengendalikan faktor risiko penyakit tidak menular.
"Jadi kita satu tujuan dengan MASINDO, bagaimana kita menggerakkan masyarakat untuk mengendalikan faktor risikonya, dan berupaya untuk hidup sehat,” ujar Dr. Eva yang menjadi narasumber.
Aksi pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular membutuhkan kerja sama dengan beberapa pihak terkait. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Eva bahwa Kementerian Kesehatan berkomitmen melibatkan berbagai sektor lintas bidang dalam upaya penanganan penyakit tidak menular.
“Di bidang penelitian, kami memerlukan studi yang dapat menjadi dasar bagi kebijakan yang akan diambil di masa depan, serta evaluasi efektivitas kebijakan yang telah diimplementasikan. Kami juga terbuka terhadap inovasi dalam pendekatan komunikasi dengan masyarakat,” terangnya.
Sementara itu, praktisi dan komunikator kesehatan dr. RA Adaninggar Primadia Nariswari, Sp.PD yang juga menjadi narasumber webinar MASINDO menambahkan bahwa penyakit tidak menular kerap berkaitan dengan gaya hidup tak sehat. Kebiasaan merokok, kurang berolahraga, dan konsumsi alkohol merupakan penyebab yang bisa meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Upaya preventif harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
"Pencegahan bisa dilakukan di semua titik, mulai dari pencegahan primer dengan mendeteksi individu berisiko, sekunder untuk mencegah komplikasi, hingga tersier untuk mencegah cacat dan kematian. Edukasi masyarakat adalah kunci untuk mengubah perilaku,” kata perempuan yang akrab disapa dr. Ningz.
Ada tantangan dalam mengedukasi masyarakat tentang kesehatan terutama di media sosial. Meskipun banyak yang menggunakan smartphone, kesadaran untuk mengecek kebenaran informasi masih sangat terbatas, bahkan di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi pun, masih sering terjadi pengulangan mitos atau hoax yang keliru. Perlu kolaborasi multipihak dalam upaya perubahan perilaku masyarakat.
"Kerja sama antara pemerintah, masyarakat, akademisi, pelaku usaha, dan media sangat penting. Program edukasi publik yang dirancang harus diikuti dengan kegiatan sosialisasi, advokasi, implementasi, dan evaluasi untuk mencapai perubahan perilaku yang signifikan," ujarnya.
Selain itu, urgensi riset serta inovasi juga perlu dilakukan mengingat prevalensi PTM yang terus meningkat. Hal tersebut ditambahkan oleh Pengamat Kebijakan Publik Center of Youth and Population Research (CYPR), Boedi Rheza.
Menurutnya, peningkatan jumlah penyakit tidak menular menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk edukasi dan kebijakan kesehatan yang lebih efektif seperti konsep pengurangan risiko, mengingat dampak PTM terhadap kualitas hidup dan beban ekonomi di masyarakat. Penggunaan data real-time dalam memantau prevalensi dan tren PTM adalah salah satu kunci untuk mendukung analisis komprehensif faktor risiko dan pengembangan kebijakan berbasis bukti ilmiah.
"Kita harus memahami pentingnya riset dan inovasi dalam menangani PTM. Kebijakan kesehatan yang efektif harus berfokus tidak hanya pada pengurangan dampak buruk, tetapi juga menyediakan informasi lengkap dan akurat kepada masyarakat," ucap Boedi.
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 menunjukkan kenaikan signifikan dalam kasus kanker, stroke, dan penyakit ginjal kronis. Penyakit tidak menular adalah tantangan kesehatan yang dihadapi generasi muda saat ini. Sehingga, penting untuk intervensi dini dalam mengubah perilaku berisiko, seperti konsumsi alkohol dan rokok, yang semakin umum di masyarakat Indonesia.
"Untuk mengurangi prevalensi perokok, dapat diterapkan konsep pengurangan bahaya tembakau, seperti produk tembakau yang dipanaskan (HTP) dan terapi penggantian nikotin. Konsep ini dapat menjadi pertimbangan dalam upaya mengurangi risiko kesehatan dari merokok. Namun, pendekatan ini perlu dipertimbangkan dalam konteks mengurangi dampak buruk dari kebiasaan merokok, khususnya terkait dengan PTM seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung,” jelas Boedi.
Melalui webinar ini, MASINDO berharap dapat terus memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan #KurangiRisiko penyakit tidak menular. Melalui inisiatif yang berfokus pada pendidikan, advokasi, dan kolaborasi, webinar ini tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga platform aksi yang mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Jangan lupa kunjungi dan ikuti akun sosial media MASINDO lainnya untuk tahu lebih banyak tentang membangun budaya #SadarRisiko dan #KurangiRisiko.
#SadarRisiko #KurangiRisiko #Masindo
Pentingnya konsep sadar risiko dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya bagi Kota Bandung yang memiliki komposisi penduduk yang beragam.
Masyarakat, khususnya mereka yang berusia di atas 18 tahun, memiliki peran krusial dalam menciptakan perubahan positif sebagai upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Partisipasi mereka mampu mengurangi risiko yang dapat menghambat kemajuan di berbagai aspek kehidupan. Hal inilah yang membuat Masyarakat Sadar Risiko (MASINDO) menginisiasi acara talkshow bertajuk “Unleashing Youth Power in Shaping the Future: Partisipasi Generasi Muda & Pembuatan Kebijakan Berbasis Sadar Risiko” sebagai upaya untuk mendorong masyarakat terlibat aktif dalam pembuatan kebijakan publik yang tepat.
Minum kopi kerap telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Di kalangan pekerja, misalnya, untuk tetap terjaga dan fokus saat rapat panjang, atau menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk, kopi selalu menjadi pilihan utama. .Namun, di balik manfaat kopi yang bisa membantu menyediakan dorongan energi untuk tetap produktif, terdapat beberapa risiko yang perlu diketahui. Melalui artikel ini, MASINDO (Masyarakat Sadar Risiko Indonesia) mengajak Sobat #SadarRisiko untuk lebih tahu manfaat dan risiko kebiasaan minum kopi.